Sekilas tentang Donor Organ dari Sudut Pandang Hukum Pidana

Tepat setahun yang lalu saya membuat tulisan Donor Organ dan Aturan Hukumnya yang membahas bagaimana donor organ diatur dalam hukum positif Indonesia. Masih seputar donor organ, namun kali ini dikaitkan dengan bidang hukum pidana.

Perlu pembaca ketahui sebelumnya, kalau tulisan ini merupakan rangkuman dan sedikit analisis dari seorang mahasiswa hukum biasa. Saya bukan pakar hukum, belum juga menjadi seorang sarjana hukum. Bahkan program kekhususan yang saya pilih adalah Hukum Ekonomi dan bukan Hukum Pidana, begitupun dengan skripsi saya yang membahas tentang hukum kontrak minyak dan gas bumi, bukan tentang hukum kesehatan. Lalu kenapa saya buat tulisan ini? itu semua karena saya memang tertarik dengan bidang hukum kesehatan yang ternyata lebih banyak dikaitkan dengan bidang hukum pidana, sekaligus selingan sebelum kembali menghadapi skripsi dengan Production Sharing Contract (PSC) nya..    🙂

(^^,) okey..“Selamat membaca!!”

Pengaturan tentang transplantasi organ dalam UU Nomor 23 Tahun 1992 Tentang Kesehatan dan dalam PP Nomor 18 Tahun 1981 Tentang Bedah Mayat Klinis dan Bedah Mayat Anatomis Serta Transplantasi Alat dan atau Jaringan Tubuh Manusia, lebih spesifik jika dibandingkan dengan yang diatur dalam KUHPidana. Misalnya mengenai transplantasi tanpa izin, jika dalam KUHPidana termasuk kejahatan terhadap tubuh manusia, namun dalam UU Nomor 23 Tahun 1992 maupun PP Nomor 18 Tahun 1981 dimasukkan dalam pasal tersendiri yang lebih jelas, sehingga akan terlihat dengan jelas batasan pertanggungjawaban pidana apabila dokter melakukan malpraktek.

Malpraktek yang dapat terjadi dalam upaya medis transplantasi organ tubuh yang dapat dituntut pertanggungjawaban pidananya adalah kesalahan dalam menjalankan praktek yang dilaksanakan dengan sengaja yang berkaitan dengan pelanggaran terhadap UU Nomor 23 Tahun 1992 Tentang Kesehatan[i] dan pelanggaran terhadap PP Nomor 18 Tahun 1981 Tentang bedah Mayat Klinis dan Bedah Mayat Anatomis Serta Transplantasi Alat dan atau Jaringan Tubuh Manusia.

Baca lebih lanjut

Donor Organ dan Aturan Hukumnya

Mendengar istilah donor organ, akan mengingatkan kita pada berbagai hal yang berhubungan dengan dunia medis. Apakah itu transplantasi ginjal, kornea, liver, bahkan jantung. Namun pada tulisan ini saya tidak akan membahasnya dari sudut pandang ilmu kedokteran. Saya ingin sedikit berbagi informasi tentang Donor Organ atau Organ Transplant dan bagaimana hukum positif di Indonesia mengaturnya.

Mengapa? Karena belakangan ini saya melihat di beberapa situs iklan, di media maya bahkan di blog saya sendiri, ada pendonor yang siap menyumbangkan organnya bagi siapapun yang membutuhkan. Sungguh mulia sekali niat baik tersebut dan suatu keberanian yang tidak ternilai bagi pendonor yang rela menghadapi ruang operasi, pisau bedah, kehilangan salah satu organ, hingga dampaknya setelah seseorang menyumbangkan organ penting dalam tubuhnya. Jangan sampai niat baik tersebut, malah menjadi masalah dikemudian hari karena terjerat aturan hukum yang berlaku di Indonesia khususnya. Tidak ada alasan pemaaf yang dapat melepaskan seseorang dari aturan hukum karena dia tidak mengetahui ada hukum yang mengaturnya, atau disebut juga dengan “fiksi hukum” bahwa setiap orang dianggap mengetahui semua aturan hukum.

Baca lebih lanjut

Book Review: Ganti Hati (Dahlan Iskan)

Penulis buku Ganti Hati ini adalah seorang pemilik Jawa Pos Grup yang bermarkas di Surabaya. Beliau pernah tampil di Kick Andy, untuk berbagi pengalaman seputar operasi transplantasi liver yang dijalaninya di Tiongkok sana. Untuk saya buku ini termasuk yang cepat saya selesaikan, hanya dalam 3 hari. Maklum saya termasuk orang yang lambat dalam menghabiskan satu bacaan, karena banyak kegiatan sehingga kurang waktu luang untuk membaca bacaan lain diluar text book kuliah (aaagggh). Lagipula sayang kalau sudah beli buku mahal – mahal tapi hanya bisa dinikmati beberapa hari.

Cerita diawali dengan berbagai hal yang terjadi setelah operasi transplantasi ini selesai dan sukses. Meninggalkan bekas jahitan panjang dan menyerupai simbol mobil miliknya, Mercy. Rasanya penulis benar – benar paham akan semua yang terjadi pada dirinya. Itulah mengapa penulis banyak memasukkan istilah – istilah medis beserta penjelasan kedalam tulisannya. Mulai dari kadar albumin, platelet, tri lumen, central IV, endoskopi, ascites, spider veins, varises esofagus sampai sirosis dan masih banyak lagi yang tidak saya mengerti. Bagaimana ketika setelah operasi berhasil, penulis melihat keadaan tubuhnya yang dipasangi selang di pinggang kanan dan kiri, di leher dan di lengan, juga ketika darah sisa–sisa operasi mengalir lewat selang tersebut digambarkan sangat jelas. Sejelas seperti saat sedang menonton film seri favorit saya Emergency Room (ER) -yang sekarang sudah masuk season 12 lho- atau J-Dorama Iryu “Team Medical Dragon” dan manga (komik)nya. :mrgreen: Baca lebih lanjut

HAM dan Hukum Ekonomi Internasional

Hak Asasi Manusia dan Hukum Ekonomi Internasional

Konvenan Hak – Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya

ICESCR 1966

Manusia adalah subjek hukum yang memiliki martabat yang paling tinggi. Setiap manusia memiliki hak dasar yang paling hakiki yaitu hak untuk hidup. Pengakuan terhadap martabat yang melekat dan hak-hak yang sama dan tidak terpisahkan dari semua manusia, merupakan landasan dari kebebasan, keadilan dan perdamaian dunia. Beberapa hak manusia yang hakiki adalah dalam bidang ekonomi, sosial, dan budaya (ekososbud). Dalam negara indonesia hak tersebut diatur dalam UUD 1945. Sedangkan dalam peraturan internasional pengaturan terhadap perlindungan dalam bidang ekonomi, sosial, dan budaya (Ekososbud) ini lahir dari sebuah Deklarasi yang dikeluarkan PBB melalui Majelis Umum yang disebut dengan Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (Universal Declaration of Human Right atau UDHR) pada tanggal 10 Desember 1948. Dalam pelaksanaannya, Deklarasi ini melahirkan dua instrumen penting yang mengatur ketentuan HAM, yaitu the International Covenant on Civil and Political Rights (ICCPR) yang dimaksukkan sebagai kategori generasi HAM pertama oleh Karel Vasak; dan the International Covenant on Economic, Social and Cultural Rights (ICESCR) yang dikategorikan sebagai generasi HAM ke dua Baca lebih lanjut

Diproteksi: —

Konten berikut dilindungi dengan kata sandi. Untuk melihatnya silakan masukkan kata sandi Anda di bawah ini: